Gubernur Jabar Teken UMK

Gubernur Jabar Teken UMK

DIPONEGORO,(GM)-
Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan akhirnya menandatangani surat keputusan (SK) terkait upah minimum (UMK) 2012 untuk 26 kota/kabupaten di Gedung Sate, Jln. Diponegoro, Senin (21/11) malam. Dari 26 kota/ kabupaten, 13 daerah besaran UMK-nya sama dengan angka kebutuhan hidup layak (KHL). Kabupaten Bekasi memiliki upah tertinggi dengan nilai Rp 1.491.866 dan terendah Kota Banjar dengan Rp 780.000.

"Sekarang ada kemajuan, tahun lalu hanya 10 kota/ kabupaten," ujar Heryawan, pada wartawan di Gedung Sate, Senin (21/11) malam.

Ke-13 kota/kabupaten tersebut adalah Kota Bandung Rp 1.271.625 (100% KHL), Kota Cimahi Rp. 1.209.442 (100%), Kab. Bandung Rp 1.223.800 (103,44%), Kab. Bandung Barat Rp 1.236.991 (100,40%), Kota Tasikmalaya Rp 950.000 (100,57%), Kab, Bekasi Rp 1.491.866 (110%), Kota Bekasi Rp 1.422.252 (105,25%), Kab. Bogor Rp 1.269.320 (100%), Kab. Sukabumi Rp 885.000 (100,81%), Kota Sukabumi 890.000 (102,33%), Kab. Cianjur Rp 876.500 (100,04%), Kab. Cirebon Rp 956.650 (100%), dan Kab. Indramayu Rp 994.864 (100%).

Kenaikan tertinggi, kata Heryawan, merupakan UMK yang diusulkan Kota Depok sebesar 17,40%. Tahun lalu UMK Kota Depok sebesar Rp 1.213.626, tahun ini mencapai Rp 1.424.797. "Insya Allah tahun ini juga satu SK. Sudah dua tahun ini, 2009 dan 2010 kita satu SK jadi sekarang juga harus satu SK," ujarnya.

Heryawan mengakui ada tiga daerah yang tidak lengkap administrasinya yakni Kota Cimahi, Bekasi, dan Kab. Bogor. Kota Cimahi dan Bekasi, bermasalah karena usulannya tidak sesuai prosedur. Sementara Kab. Bogor, berita acaranya tidak lengkap namum masih diterima oleh dewan pengupahan provinsi.

"Untuk Cimahi ada kekurangan, rekomendasi dari Wali Kota tidak sesuai format. Seharusnya dalam rekomendasi itu disertakan berita acara, tapi yang ada hanya kesepakatan bersama dewan pengupahan. Sementara Bekasi tidak di-back-up dewan pengusaha, hanya usulan dari wali kota saja," jelas Heryawan. UMK yang diajukan pada provinsi, kata Heryawan, merupakan usulan kota/kabupaten. Karena itulah, kisruh UMK harusnya tak terjadi setelah UMK ini diajukan pada provinsi. "Yang jelas, provinsi hanya mengSK-kan saja. Usulan UMK itu dari kota/kabupaten yang ditandatangani wali kota/gubernur," terangnya.

Usulan yang ditandatangi wali kota/ bupati, kata Heryawan, merupakan hasil musyawarah antara pengusaha dan pekerja yang difasilitasi pemerintah, sehingga UMK yang disampaikan wali kota/bupati sudah menjadi kesepkatan semua pihak baik itu pengusaha, pekerja beserta pemerintah. "Apa yang disampaikan bupati/ wali kota merupakan kesepakatan antara pemerintah, pengusaha dan pekerja. Kalau sudah bulat di bawah, selesai. Kita enggak tahu menahu keputusan kota/kabupaten, sebab itu hak otonom masingmasing," tandasnya.

Provinsi, lanjutnya, hanya mengeluarkan SK atas usulan UMK dari kota/kabupaten. "Kalau sudah selesai di dewan pengupahan provinsi, saya tandatangani," tandasnya. Dengan ditandatanganinya UMK ini, Heryawan berharap dapat diterima semua pihak. Karena pemerintah juga harus berpihak pada kedua belah pihak. Disatu sisi pemerintah harus meningkatkan kesejahteraan pekerja, tapi secara bersamaan tak boleh menekan pengusaha. "Kalau udah masuk provinsi, kita anggap sudah final. Mudah- mudahan semua usulan merupakan hasil musyawarah yang berjalan lancar dan hasil kesepakatan," tandasnya.

Daftar UMK:

Kota Bandung Rp 1.271.625 (100% dari KHL), Kota Cimahi Rp. 1.209.442 (100%), Kab. Bandung Rp 1.223.800 (103,44%), Kab. Bandung Barat Rp 1.236.991 (100,40%), Kota Tasikmalaya Rp 950.000 (100,57%), Kab, Bekasi Rp 1.491.866 (110%), Kota Bekasi Rp 1.422.252 (105,25%), Kab.Bogor Rp 1.269.320 (100%), Kab. Sukabumi Rp 885.000 (100,81), Kota Sukabumi 890.000 (102,33%)., Kab. Cianjur Rp 876.500 (100,04%), Kab. Cirebon Rp 956.650 (100%) dan Kab. Indramayu Rp 994.864 (100%). Kota Depok Rp 1.424.797 (98%), Kota Banjar Rp 780.000 (86,25%), Kab. Sumedang Rp 1.007.500 (81,3%), Kab. Garut Rp 880.000 (92,04%),, Kab. Ciamis Rp 793.750 (86,90%), Kab. Subang Rp 862.500 (78,88%), Kab. Purwakarta Rp 1.047.500 (84,17%), Kab. Karawang Rp 1.269.227 (91,50%), Kota Bogor Rp 1.174.200 (99,20%),, Kab. Majalengka Rp 800.000 (88,59%), Kota Cirebon Rp 980.000 (99,95%), Kab. Tasikmalaya Rp 946.000 (96,55%) dan Kab. Kuningan Rp 805.000 (93,70%).

Gugatan

Terkait dengan penetapan UMK kabupaten Kota, Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat berencana untuk melakukan gugatan terhadap hasil penetapan UMK oleh GUbernur Jabar. Terlebih ada beberapa pelanggaran yang terjadi pada hasil rekomendasi yang disepakati dewan pengupahan.

"Kita melihat ada beberapa pelanggaran pada rekomendasi yang diajukan. Dimana rekomendasi yang diajukan ke gubernur mengalami perubahan tanpa sepengetahuan dewan pengupahan oleh pihak pihak tertentu, seperti halnya bupati walikota. Dimana hasil rekomendasi yang diajukan ke dewan pengupahan provinsi bukan berdasarkan hasil kesepakatan awal, tetapi hasil yang direkomendasikan adalah hasil dari unjuk rasa para buruh," jelas Deddi Widjaja, Ketua Apindo Jawa Barat saat dihubungi "GM" Senin (21/11).

Dikatakannya, tentunya hal tersebut merupakan suatu pelanggaran, dimana rekomendasi yang diajkan tidak sesuai dengan peraturan dan perundang undangan yang telah ditetapkan.

"Apa makna dan fungsi dari dewan pengupahan, kalau memang hasilnya tidak sesuai dengan peraturan dan perundang undangan.

Ini pemerintah yang buat peraturan tetapi pemerintah sendiri yang melakukan pelanggaran, dan kami tidak mau itu terjadi," katanya.

Dalam hal ini ada beberapa daerah yang rekomendasi UMK nya mengalami perubahan, seperti halnya di Kab. Karawang, Bekasi, dan Cimahi. Dimana hasil rekomendasi awal dirubah pihak pihak tertentu, sehingga angka UMK nya menjadi lebih tinggi dari yang telah disepakati dewan pengupahan kabupaten kota.

"Perubahan rekomendasi yang paling parah terjadi di Bekasi, perubahannya sudah lebih dari DKI, dan itu tidak benar. Mudah mudahan saja dengan kearifan gubernur semua yang melanggar bisa dianulir," katanya.

Apindo sendiri dalam hal ini meminta gubernur untuk bersikap arif dan tegas. Sehingga membatalkan rekomendasi yang mengalami perubahan.

"Jelas kami menolak perubahan rekomendasi itu, karena tiadk sesuai dengan peraturan dan perundang undangan. Ini sangat aneh, itukan sudah ditetapkan dewan pengupahan kabupaten kota tapi kok bisa dirubah," katanya.

Saat ini Apindo masih menunggu bagaimana hasil dari penetapan gubernur. Namun demikian jika hasil penetapan yang direkomendasikan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka Apindo pun akan melakukan upaya upaya hukum.

"Kami masih menunggu hasilnya, tetapi kalau penetapannya tidak sesuai perundang undangan, kami akan lakukan gugatan terhadap hasil penetapan gubernur. Terutama bupati dan walikota yang melakukan perubahan rekomendasi secara sepihak. Kalaupun tidak rekomendasi harus diulang," tegasnya.

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme | Blogger Templates | Rewards Credit Cards